Rabu, 27 Februari 2013

BUDAYA TANAH AIR DI TENGAH ERA GLOBALISASI


Bangsa Indonesia adalah bangsa luas dan besar yang memiliki sekitar 17.000 buah pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil dari Sabang di Sumatera sampai Merauke di Papua. Bangsa Indonesia juga  memiliki sekitar 300 suku bangsa atau etnik dengan berbagai budaya dan adat istiadat yang berbeda antara satu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya.
       Sungguh hal yang demikian adalah merupakan suatu karunia Allah SWT yang tak terhingga nilainya. Sebagai bangsa Indonesia kita harus bersyukur, karena hal tersebut merupakan suatu potensi dan kekuatan yang luar biasa bilamana dikelola dengan baik dan maksimal untuk kesejahteraan masyarakat bangsa Indonesia. Namun di sisi lain keanekaragaman budaya dan suku bangsa dapat merupakan ancaman disintegrasi yang menakutkan, bahkan akan menghancurkan bangsa ini bilamana keanekaragaman budaya dan adat istiadat tersebut tidak dapat dikelola dengan baik dan benar. Konflik antar suku bangsa seperti yang pernah terjadi di Ambon dan konflik suku Madura-Kalimantan yang terjadi di Sampit sangat mungkin terjadi lagi. Bahkan konflik antar daerah juga bisa terjadi seperti di Provinsi Sulawesi Barat. Ini disebabkan karena masih ada sebagian masyarakat yang tidak menghendaki terjadinya pemisahan wilayah yang semula hanya satu kabupaten kemudian menjadi kabupaten pemekaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam rangka percepatan pembangunan ataupun pengembangan demokrasi. 
         Pada era globalisasi saat ini, mengelola suatu bangsa yang luas dan besar seperti bangsa Indonesia tentu bukan merupakan hal yang mudah. Tantangan globalisasi menjadi bagian dari tantangan yang bersifat eksternal selain dari tantangan, bahkan ancaman yang berasal dari keanekaragaman budaya dan suku bangsa yang bersifat internal. Perkembangan teknologi informasi menjadi salah satu sebab semakin cepatnya terjadi perubahan pada masyarakat suatu bangsa. Teknologi informasi menjadi terbuka dan bahkan seolah-olah telah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat saat ini sehingga masyarakat yang belum memiliki kemampuan teknologi informasi dinilai belum mengikuti perkembangan globalisasi. Tentu globalisasi melalui teknologi informasi tersebut juga memberikan hal-hal yang positif tetapi banyak juga ada hal-hal yang negatif. Maka, masyarakat dan bahkan bangsa Indonesia harus mampu melakukan filterisasi terhadap perkembangan teknologi informasi tersebut sehingga tidak memberikan dampak negatif pada masyarakat. Misalnya, gambar-gambar yang masuk dalam katagori pornografi yang gampang diakses menjadi ancaman serius generasi muda. 
         Pada dasarnya, perkembangan teknologi informasi (internet) ini dapat dimanfaatkan untuk media pengembangan budaya nasional. Bangsa Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk mempublikasikan atau bahkan mempromosikan semua budaya nasional Bangsa Indonesia untuk kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Banyak hal yang dapat dimanfaatkan melalui yang terkait dengan budaya nasional. Kita bersyukur karena batik telah di tetapkan oleh UNESCO sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Sehingga tanggal 2 Oktober telah ditetapkan sebagai “Hari Batik se-Dunia”. Kita harus berbangga karena Indonesia di kenal sebagai negara batik yang juga sudah menjadi bagian dan bahkan menjadi mata pencaharian masyarakat kita.  Semoga keberhasilan ini dapat disusul dengan budaya nasional bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Kebudayaan setiap masyarakat atau bangsa terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat  kesatuan. Misalnya dalam kebudayaan Indonesia dapat dijumpai unsur besar seperti umpamanya Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang dibangun pada masa  lalu. Disamping itu, ada unsur-unsur kecil kebudayaan seperti sisir, kancing baju, peniti dan lainnya yang dijual dipingir jalan yang terbuat dari kulit kerang ataupun batok kelapa.
Menurut Melville J. Herskovits menyebutkan empat unsur pokok kebudayaan, yaitu; 
  • alat-alat teknologi
  • sistem ekonomi
  • keluarga
  • kekuasaan politik

              Sedangkan menurut Bronislaw Malinowski yang terkenal sebagai seorang pelopor teori fungsional dalam antropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut;
      
  • sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam
               upaya menguasai alam sekelilingnya
  • organisasi ekonomi,
  • alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga diletakkan sebagai lembaga
               pendidikan utama)
  • organisasi kekuatan.

Selanjutnya menurut Kluckhohn dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Categories of culture telah menguraikan unsur-unsur kebudayaan dari berbagai pendapat para sarjana ke dalam tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai universal cultural  yaitu; 
(1) peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga,
                senjata, alat-alat produksi transport dan sebagainya)
(2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi,
                system distribusi dan sebagainya)
(3) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem
                perkawinan)
(4) bahasa (lisan maupun tertulis)
(5) kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya) 
(6) sistem pengetahuan
(7) religi (sistem kepercayaan) Ralph Linton menjabarkan cultural universal tersebut ke dalam
                kegiatan-kegiatan kebudayaan atau biasa disebut
cultural activity 

Sebagai contoh cultural universal pencaharian hidup dan ekonomi, antara lain mencakup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan lain-lain. Kesenian, misalnya, meliputi kegiatan-kegiatan seperti seni tari, seni rupa, seni suara dan lain-lain.
Selanjutnya, Ralph Linton merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur-unsur yang lebih kecil lagi yang disebut trait-complex. Misalnya kegiatan pertanian menetap meliputi unsur-unsur irigasi, sistem mengolah tanah dengan bajak, sistem hak milik atas tanah dan lain sebagainya. Selanjutnya trait-complex mengolah tanah dengan bajak, akan dapat dipecah-pecah ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil lagi umpamanya hewan-hewan yang menarik bajak, teknik mengendalikan bajak dan seterusnya. Akhirnya sebagai unsur kebudayaan terkecil yang membentuk traits adalah items. Apabila diambil contoh  alat bajak tersebut, maka bajak tadi terdiri dari gabungan alat-alat atau bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dapat dilepaskan. Akan tetapi pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Apabila salah satu bagian bajak tersebut dihilangkan, maka bajak tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai bajak.
Menurut Bronislaw Malinowski yang selalu mencoba mencari fungsi atau kegunaan setiap unsur kebudayaan, tak ada suatu unsur kebudayaan yang tidak mempunyai kegunaan yang cocok dalam rangka kebudayaan sebagai keseluruhan.  Apabila ada unsur kebudayaan yang kehilangan kegunaannya, unsur tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan-kebiasaan serta dorongan, tanggapan yang didapat dengan belajar serta dasar-dasar untuk organisasi harus diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pemuasan kebutuhan-kebutuhan pokok manusia.
Hans J. Morgenthau mengatakan bahwa untuk menjadi sebuah negara yang kuat maka ada beberapa hal-hal yang harus menjadi perhatian yang disebutnya sebagai unsur-unsur kekuatan nasional. Kekuatan nasional adalah kesatuan yang terdiri dari keseluruhan atau gabungan beberapa aspek atau unsur yang terdapat pada suatu negara dan dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri.
Kekuatan nasional sangat menentukan peranan negara dalam perkembangan dunia internasional. Namun demikian tidak berarti bahwa suatu negara harus memiliki secara mutlak keseluruhan dari unsur-unsur kekuatan nasional tersebut. Selain dari unsur-unsur kekuatan nasional yang  dimiliki oleh suatu negara, maka faktor lain yang sangat mempengaruhi kekuatan nasional yang berkaitan dengan unsur-unsur kekuatan nasional tersebut adalah bagaimana suatu negara mampu mengelola dan memanfaatkan dari unsur-unsur kekuatan nasional tersebut. Sehingga suatu negara dapat turut berperan dalam percaturan dunia internasional.
Sebagai contoh ada negara-negara yang kecil dan tidak memiliki banyak unsur-unsur kekuatan nasional, tetapi negara tersebut mampu berperan aktif dan terlibat dalam perkembangan percaturan dunia internasional. Seperti Jepang dan Israel. Sementara ada negara-negara yang besar dan memiliki unsur-unsur kekuatan nasional yang banyak tetapi belum mampu berperan aktif dan mempengaruhi kebijakan dunia internasional, negara-negara ini seperti India dan Indonesia.
 Dua dari sembilan unsur kekuatan nasional yang terkait dengan budaya nasional yang dimaksud Morgenthau yaitu :
1.      Karakter Nasional (ciri khas budaya)
Karakter nasional menyangkut tentang faktor manusia (masyarakat) dan aspek kualitas yaitu sifat moral serta intelektualisme yang fundamental yang merupakan ciri-ciri khas suatu bangsa. Dari situ,  kita secara awam mengatakan sebagai watak, karakter atau sifat suatu bangsa. Maka dari itu dikenal ada bangsa yang dinilai keras seperti negara-negara Islam dan negara lemah  seperti negara-negara di Asia.
Berbagai suku bangsa yang ada dalam suatu negara dengan berbagai karakter budaya yang telah dibentuk oleh zaman dan kondisi dapat memberikan suatu bentuk karakter  nasional tersendiri terhadap suatu negara dan akan menjadi potensi dan kekuatan suatu negara. Bangsa Indonesia yang memiliki kerajaan yang megah dan berjaya pada masa Sriwijaya dan Majapahit mestinya saat ini dapat menjadi negara dan bangsa yang kuat dan gagah perkasa.   
2.      Semangat Nasional
Semangat nasional adalah tingkat ketahanan dan ketangguhan suatu bangsa terhadap dukungan pelaksanaan politik luar negeri dan politik internasional serta kebijakan pemerintah yang akan dilaksanakan.
Semangat nasional menyangkut tentang partisipasi semua rakyat terhadap kebijakan pemerintah. Semangat nasional juga dipengaruhi oleh kualitas rakyat dan pemerintahan dalam membangkitkan dukungan partisipasi rakyat.
Contoh yang mendekati maksud ini adalah semangat nasional negara Jepang dan Iran. Bangsa Indonesia mestinya dapat menjadikan rasa patriotisme/nasionalisme sebagai semangat terhadap pembangunan bangsa dalam semua aspek kehidupan, mulai dari semangat pendidikan, semangat pengembangan ekonomi nasional, semangat pengembangan teknologi dan sebagainya sehingga semangat nasionalisme ini menjadi dasar semua nafas dan gerak masyarakat Indonesia tidak ada yang menyimpang dari semangat nasionalisme Indonesia. Serta tidak dipengaruhi oleh westernisasi dan lainnya.     
Berdasarkan pandangan Morgenthau tersebut, maka Bangsa Indonesia harus siap menghadapi perkembangan era globalisasi yang berkembang sangat cepat terutama dengan semakin berkembangnya teknologi informasi. Budaya nasional Indonesia mestinya dapat menjadi suatu kekuatan nasional yang membanggakan dan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Budaya nasional tidak hanya sekedar potensi yang dibangga-banggakan saja, hanya tercatat dalam tujuh keajaiban dunia atau menjadi logo atau simbol-simbol daerah saja tetapi dapat lebih dikelola menjadi aset yang bernilai ekonomi dan dapat mendatangkan income bagi negara dan masyarakat lokal.
Globalisasi merupakan media yang dapat difungsikan oleh Bangsa Indonesia untuk mengelola budaya nasional menjadi go internasional. Sehingga masyarakat dunia mengetahui bahwa Indonesia itu luas dan budayanya beranekaragam. Indonesia tidak hanya pulau Bali, tetapi Indonesia ada Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua dan lainnya. Film “Love, eat and pray”  yang sebagian ceritanya di Bali menjadi media promosi budaya nasional pada dunia internasional bagi Indonesia, walaupun Bali sudah menjadi trade mark pariwisata Indonesia.
Berdasarkan konsep tersebut juga bahwa kekuatan nasional suatu bangsa tidak hanya terletak pada kekuatan militer saja. Tetapi dengan berakhirnya era perang dingin, maka kekuatan nasional suatu bangsa juga terletak pada kekuatan ekonomi yang dapat dicapai dengan cara mengelola dan memanfaatkan sebaik-baiknya budaya nasional. Walaupun kita juga mengetahui bahwa tantangan budaya Barat atau westernisasi juga dirasakan begitu kuat pengaruhnya pada bangsa Indonesia saat ini. Dengan ditetapkannya Batik sebagai bagian dari kebudayaan oleh UNESCO, maka pada dasarnya bangsa Indonesia mempunyai peluang yang sangat besar untuk terus mengembangkan budaya-budaya nasional yang lain dari berbagai daerah untuk menjadi bagian dari kebudayaan dunia.    

Sumber Pustaka :

Muhammadun  AS. “ Membangun Kembali Nasionalisme Kaum Muda”,  Republika, 28 Oktober 2009.

Manfred B, Steger. Globalisme: Bangkitnya Ideologi Pasar. Yogyakarta: Lafadf. 2006

Republika. “Jiran yang Suka Mengklaim”. 25 Agustus 2009,

Republika. “RI Protes Malaysia”. 25 Agustus 2009,

Republika.  “Malaysia Cabut Iklan Tari Pendet”. 26 Agustus 2009.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003.
Abdulsyani.  Sosiologi: Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara. 2007.